Dalam Undang-Undang No. 2
tahun 1989, tetang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan: "Tujuan pendidikan adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaaan".[1]
Menurut Soebagio
Atmodiwirio (2000:29), bahwa fungsi pendidikan nasioanl untuk
memerangi segala kekurangan, keterbelakangan, kebodohan, dan memantapkan
ketahanan nasional serta meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan berdasarkan kebudayaan bangsa
dan Bhineka Tunggal Ika.[2]
Pada bagian lain Soebagio (2000:35) berpendapat, bahwa sekolah
adalah suatu lembaga atau organisasi yang diberi wewenang untuk
menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar.[3]
Sementara itu menurut St. Kartono dalam Shindunata (2000:191),
sebuah penilaian dalam konteks pendidikan baru bersifat menyeluruh jika
mencakup aspek proses dan hasil belajar, yang secara bertahap menggambarkan
perubahan perilaku. Perilaku dalam hal ini menyangkut pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Ukuran hasil pendidikan yang bermakna adalah pengamatan yang
terus menerus terhadap perubahan perilaku peserta didik.[4]
Menurut Roestiyah (1986:36), peserta didik tidak sekedar sebagai
objek saja tetapi sebagai subjek yang belajar. Agar hasil belajar seoptimal
mungkin, maka kegiatan belajar ini harus direncanakan. Dengan kata lain seorang
pendidik harus merencanakan proses belajar. Pendidik harus dapat memilih bentuk
interaksi belajar-mengajar yang tepat dan apa saja yang harus dipertimbangkan
dalam menentukan pemilihan interaksi tersebut. Sebagai dasar-dasar terjadinya
interaksi belajar-mengajar, adalah: (1)
interaksi bersifat edukatif, (2) dalam interaksi terjadi perubahan tingkah laku
pada peserta didik sebagai hasil belajar-mengajar, (3) peranan dan kedudukan
pendidik yang tepat, (4) interaksi sebagai proses belajar mengajar, (4) sarana
kegiatan proses belajar-mengajar yang tersedia, yang membantu tercapainya
interaksi belajar mengajar secara efektif dan efisien.[5]
Apabila digunakan dasar klasifikasi pencapaian pendidikan menurut
aspirasi Bloom, seperti yang dikutip Djohar (2000:118), bahwa pusat perhatian hasil pendidikan diarahkan
kepada pencapaian ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.[6]
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kegiatan pembelajaran harus dilakukan
secara menyeluruh, diawali dari persiapan, proses, dan penilaian. Sedangkan
evaluasi pendidikan harus melihat tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik. Pendidikan juga harus diawali dari caranya memperoleh pengalaman,
karena dari pengalaman itu peserta didik dilatih untuk memiliki potensi dalam
mengembangkan kreativitas.
Tugas seorang pendidik adalah mengajar. Pendidik harus membimbing
peserta didik belajar, dengan menyediakan situasi kondisi yang tepat, agar
potensi peserta didik dapat berkembang semaksimal mungkin. Hasil dari
pengajaran bukan merupakan hasil mengajar, artinya bukan untuk kepentingan
pendidik, tetapi untuk kepentingan peserta didik yang belajar atau hasil
belajar. Pengukuran pengajaran ialah dari keberhasilan siswa.
Banyak faktor yang berperan dalam kualitas
penguasaan suatu mata pelajaran oleh peserta didik. Faktor-faktor tersebut bukan hanya faktor yang ada dalam setiap pribadi peserta didik,
tetapi juga metode, strategi, kreativitas dan penguasaan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
seorang pendidik dalam menerapkan kegiatan pembelajaran.
Mata pelajaran fisika sebagai mata pelajaran yang banyak kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan sains. Oleh sebab itu mata pelajaran fisika harus
didukung oleh fasilitas belajar dan media pembelajaran yang inovatif, serta
pendidik yang kreatif, luas wawasan keilmuannya dan tentunya menguasai materi
yang diajarkan.
Kelengkapan fasilitas belajar
dan media pembelajaran diharapkan dapat mewujudkan pencapaian
penguasaan materi pelajaran sampai pada
domain psikomotorik (keterampilan). Fasilitas dan
media pembelajaran tersebut
harus digunakan dalam proses pembelajaran. Peserta didik harus dilibatkan
bersama dengan media pembelajaran untuk memahami sekaligus menguasai
konsep-konsep fisika.
Proses pembelajaran fisika selama ini, masih
dilaksanakan dengan metode klasikal. Dalam metode ini guru menjelaskan
konsep-konsep fisika secara teoritis, kemudian memberikan catatan kepada para peserta didik dan tugas-tugas dalam bentuk latihan mengerjakan soal,
maupun pekerjaan rumah. Proses pembelajaran tersebut terbukti hanya mampu mengantar peserta
didik pada
taraf penguasaan secara kognitif mengenai gejala fisika dan rumus-rumusnya. Dalam kondisi ini peserta
didik “dipaksa” untuk menghafal rumus-rumus dan cara
menggunakannya, tanpa ada pemahaman secara filosofis makna rumus-rumus dari konsep fisika
yang sedang dipelajari, akibatnya peserta didik akan segera lupa rumus yang dipelajari sudah relatif lama.
Keadaan ini menimbulkan kesan, bahwa fisika
merupakan mata pelajaran yang sulit, sehingga tidak disukai peserta didik. Dalam beberapa
penelitian ditemukan bahwa pengajaran fisika telah menyimpang jauh dari misi
sebenarnya. Pendidik lebih banyak berbicara tentang nuansa matematikanya daripada pemahaman
konsep fisika.
Proses pembelajaran fisika seperti diuraikan di atas tidak
semuanya salah, tetapi apabila pendidik lebih kreatif, maka proses pembelajaran
fisika disetiap materi pokok yang diajarkan bisa dilengkapi dengan tambahan media
pembelajaran dan alat peraga yang sederhana, murah, dan dapat dipraktekan
langsung di kelas oleh peserta didik. Sehingga peserta didik mendapatkan filosofi
materi pembelajaran fisika dengan sempurna.
Peserta didik perlu berinteraksi secara
langsung dengan objek-objek yang nyata, karena fisika bukan hanya teori-teori yang menjelaskan gejala-gejala
fisis saja, tapi juga proses untuk mencari penjelasan mengenai gejala-gejala fisis tersebut. Dengan
demikian, aktivitas ilmiah siswa dalam proses pembelajaran akan berpengaruh pada pertumbuhan aspek
psikomotoriknya. Dengan cara demikian, peserta didik tidak akan terpasung dalam suasana
pembelajaran yang kaku, monoton, dan membosankan.
Selama ini peserta didik tidak diajak
untuk belajar memahami konsep-konsep
fisika dengan benar. Artinya, apa yang disajikan oleh pendidik di kelas bukan bagaimana peserta
didik dapat menghafal rumus-rumus fisika dan dapat menjawab soal-soal, melainkan peserta didik
diajak untuk memahami teori dan konsep fisika dengan benar, kemudian
dilanjutkan dengan mengerjakan soal-soal fisika.
Jika kondisi pembelajaran semacam itu
dibiarkan berlarut-larut, maka bukan tidak mungkin hasil belajar fisika akan
terus berada pada aras yang rendah. Para peserta didik akan terus-menerus mengalami
kesulitan dalam mengekspresikan pikiran
dan perasaannya secara lancar, memilih rumus yang tepat, menyusun struktur
pembelajaran yang efektif, membangun
pola penalaran yang masuk akal, dan
menerapkan konsep fisika dalam kehidupan nyata.
Proses pembelajaran fisika diawali dengan memperkenalkan media pembelajaran yang
digunakan dan alat peraga interaktif kemudian
menginformasikan peserta didik pada setiap objek dan peristiwa fisika dan keterkaitannya secara
keseluruhan. Konsep fisika harus digali dengan baik oleh peserta didik disetiap
kesempatan pembelajaran sehingga peserta didik benar-benar menguasai dan oleh karenanya
konsep tersebut akan terus diingat bukan hanya dihafal.
Dalam konteks demikian,
diperlukan metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif, sehingga proses
pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan. Peserta didik tidak hanya diajak untuk belajar tentang fisika
secara rasional dan kognitif, tetapi juga diajak untuk belajar dan berlatih dalam
konteks dan situasi pemahaman yang sesungguhnya dalam suasana yang dialogis,
interaktif, menarik, dan menyenangkan.
Berdasarkan fakta tentang kesulitan
pembelajaran fisika, maka perlu dicari media pembelajaran yang aplikatif, menarik dan tidak membosankan sehingga hasil belajar
fisika dapat meningkat. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan media animasi multimedia dan alat peraga
interaktif, yaitu sebuah media pembelajaran fisika yang inovatif melalui
metode pendekatan
keterampilan proses.
Dengan media pembelajaran ini peserta didik dengan
sendirinya akan terlibat aktif setiap tahap demi tahap dalam proses
pembelajaran, konsep-konsep fisika secara terencana dan terukur. Pada
akhirnya peserta didik akan
mampu memahami dan membentuk
sikap dan keterampilan yang lebih baik tentang konsep fisika. Kondisi ini akan
membawa peserta didik menyukai dan meningkatkan menguasaan konsep pembelajaran
fisika dengan lebih baik.
Berdasarkan pengamatan penulis
di SMA Negeri 85 Jakarta terhadap
hasil belajar fisika kelas XI IPA semester II, tahun pelajaran 2008-2009, pada materi pokok
Momentum dan Impuls. Dari 120 peserta didik yang diamati, ternyata rata-rata nilai yang
diperoleh masih berada di bawah standar ketuntasan minimum (SKM) yang telah ditentukan. Hal ini menunjukkan, bahwa proses pembelajaran fisika yang diterapkan secara klasikal
belum membawa siswa pada taraf memahaminya dengan tuntas.
Hal ini dapat dilihat
dari nilai ulangan harian
fisika kelas XI. IPA semester II tahun pelajaran 2008/2009.
Tabel 1. Daftar nilai ulangan
harian kelas XI. IPA semester II. Materi pokok: Momentum dan Impuls. Tahun
Pelajaran 2008/2009.
KELAS
|
NILAI RATA-RATA KELAS
|
XI.
IPA.1
|
59,00
|
XI.
IPA.2
|
64,43
|
XI.
IPA.3
|
60,10
|
XI.
IPA.4
|
55,63
|
Sumber : Buku nilai guru matapelajaran
fisika SMA Negeri 85 Jakarta.
1.2.
Identifikasi Masalah
Rendahnya hasil belajar fisika peserta didik
disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal, di antaranya motivasi
belajar dan rendahnya pengetahuan dasar fisika.
Pada umumnya peserta didik sudah
menganggap pelajaran fisika itu sulit untuk dipelajari, karena selama ini dalam
pembelajaran fisika, sebagian
pendidik lebih menekankan kepada aspek matematisnya daripada aspek fisikanya. Akibatnya, peserta didik tidak menguasai konsep-konsep dasar fisika
dengan benar.
Dari faktor eksternal, antara lain pendekatan
pembelajaran, metode, media, strategi atau sumber belajar dan alat peraga pembelajaran
yang digunakan oleh guru memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap tingkat keberhasilan
peserta didik. Pada umumnya, pendidik cenderung menggunakan pendekatan yang
konvensional dan klasikal, miskin inovasi dan kreatifitas, serta tidak didukung
dengan media pembelajaran dan alat peraga alat yang memadai sehingga kegiatan
pembelajaran fisika berlangsung
monoton dan membosankan.
Dari uraian latar
belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi permasalahan penelitian, sebagai
berikut:
(1)
Masih randahnya motivasi belajar peserta didik.
(2)
Masih rendahnya pengetahuan dasar fisika peserta didik.
(3)
Adanya anggapan awal peserta didik tentang fisika itu
sulit.
(4)
Terdapat kesalahan konsep sistem pembelajaran fisika.
(5)
Masih terdapat pendidik dalam pembelajaran fisika lebih
menekankan konsep matematika.
(6)
Adanya ketidak sesuaian antara pendekatan pembelajaran
(metode, media, strategi atau sumber belajar dan alat peraga pembelajaran) yang digunakan
dengan materi pembelajaran.
(7)
Adanya pendidik yang
cenderung menggunakan pendekatan konvensional dan klasikal, miskin inovasi dan
kreatifitas.
(8)
Masih kurangnya penggunaan media pembelajaran dan alat
peraga interaktif.
1.3.
Pembatasan Masalah
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar fisika dan banyak metode dan strategi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Namun
pada prinsipnya, tidak satupun metode dan strategi
pembelajaran yang dapat
dipandang sempurna dan cocok dengan semua materi pokok dalam pelajaran fisika. Karena
setiap metode dan strategi
pembelajaran pasti memiliki
keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan yang khas.
Metode dan strategi
pembelajaran harus
disesuaikan dengan materi pokok
yang diajarkan. Karena sebagaimana diketahui bahwa dalam pelajaran
fisika, terdapat perbedaan yang khas antara materi pokok yang satu dengan materi pokok yang lainnya.
Untuk
meminimalkan kelemahan-kelemahan metode dan strategi pembelajaran, perlu kiranya guru memadukan metode dan strategi
pembelajaran yang didukung
dengan media pembelajaran yang inovatif dan alat peraga pendidikan yang interaktif.
Dari uraian masalah diatas, penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti
hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan media pembelajaran dan penggunaan alat
peraga interaktif dan pengaruhnya terhadap hasil belajar fisika.
1.4.
Rumusan Masalah
Penelitian
ini diarahkan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar fisika, baik media, model dan strategi
pembelajaran maupun
kreativitas peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran fisika. Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka penulis
merumuskan permasalahan, sebagai berikut: “Apakah hasil belajar fisika dapat
ditingkatkan dengan program animasi multimedia dan penggunaan alat peraga
interaktif”
1.5.
Cara Pemecahan Masalah
Aspek pemahaman konsep
fisika menjadi penting untuk ditingkatkan dalam pembelajaran Fisika, karena peserta didik tidak hanya belajar rumus-rumus atau menghapal fakta saja tetapi yang
terpenting dari semua itu adalah bagaimana pendidik memberikan pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi siswa agar mampu menjelajahi dan memahami gejala-gejala alam secara ilmiah.
Pembelajaran Fisika juga
diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat”, sehingga dapat membantu peserta didik untuk
memperoleh pengalaman belajar yang lebih
mendalam, baik yang diperoleh
di sekolah, di rumah maupun di lingkungan sekitarnya. Peserta didik dilatih untuk menemukan dan mengembangkan pengetahuan
dengan mempraktikkannya
sendiri melalui objek-objek konkret, sehingga pikiran (kognitif) peserta didik yang dilandasi dengan gerakan dan
perbuatan (psikomotorik) berkembang
baik.
Berdasarkan pengamatan
pada saat proses pembelajaran fisika,
siswa kelas XI. IPA SMA Negeri 85 Jakarta secara umum cukup aktif dalam menjawab pertanyaan dan
mengerjakan latihan yang diberikan oleh pendidik. Namun demikian, pertumbuhan aspek kognitif
dan psikomotorik siswa untuk
memperoleh pengetahuan baru
belum berkembang secara optimal. Padahal, kurikulum berbasis kompetensi yang
digunakan di sekolah menuntut
adanya aktivitas ilmiah peserta didik, sehingga pembelajaran fisika yang menekankan pada pemahaman konsep
fisika secara menyeluruh dan keterampilan psikomotorik mutlak diberikan pada peserta didik agar tidak menimbulkan kesenjangan antara pemahaman konsep
teoritis dengan gejala nyata yang terkait dengan konsep tersebut.
Agar pertumbuhan aspek kognitif
dan psikomotorik peserta didik tercapai secara optimal, perlu dikembangkan suatu strategi pembelajaran yang
didukung oleh media pembelajaran serta menekankan pada pemahaman dan aktivitas ilmiah peserta didik untuk menguasai konsep-konsep fisika. Dalam penelitian
ini diterapkan strategi pembelajaran fisika berbasis animasi multimedia dan
penggunaan alat peraga interaktif yang mengacu pada filosofis konstruktivisme bahwa dalam proses pembelajaran peserta
didik dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan bermakna melalui pengalaman yang nyata.
Dalam penerapan
pembelajaran fisika berbasis animasi mutimedia dan penggunaan alat peraga
inovatif, peserta didik
dibiasakan untuk menyelesaikan permasalahan, menemukan sesuatu yang menarik dan berguna bagi dirinya,
menerapkan pengetahuan yang diperoleh
dalam kehidupan nyata, dan mempertentangkan ide-ide baru. Peserta didik mencari tahu apa yang telah mereka pelajari,
dan menyesuaikan konsep-konsep baru
dengan kerangka berfikir yang telah ada dalam pikiran mereka. Hampir seluruh waktu
pembelajaran akan terpusat pada peserta didik (student’s centered),
sehingga siswa aktif dalam melakukan proses belajar, seperti terlihat pada gambar 1.
Gambar:
1
Diagram strategil pembelajaran fisika
berbasis animasi multimedia dan alat peraga
Diagram strategil pembelajaran fisika
berbasis animasi multimedia dan alat peraga
Langkah-langkah
pembelajaran Fisika berbasis animasi multimedia dan alat peraga interaktif diuraikan dalam
beberapa tahap, yaitu:
1.5.1.
Tahap Observasi
(a)
Di awal pembelajaran diadakan tanya jawab dan diskusi untuk mengetahui konsep
awal peserta didik terhadap gejala fisis yang akan didemonstrasikan dengan menggunakan satu
set alat peraga interaktif.
(b)
Pendidik membimbing
peserta didik untuk mendiskusikan gejala fisis yang didemonstrasikan.
(c)
Peserta didik secara aktif melakukan pengamatan, mencatat hal-hal yang
perlu, kemudian menjawab
pertanyaan dari pendidik yang bertindak sebagai fasilitator.
1.5.2.
Tahap Pengajuan Masalah
(a)
Peserta didik sebanyak
40 orang dibagi menjadi delapan
kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 (lima) orang.
(b)
Peserta didik berfikir
tentang gejala fisis yang didemonstrasikan lalu merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan
yang terkait dengan hasil demonstrasi
tersebut.
(c)
Peserta
didik juga membuat jawaban sementara dari permasalahan yang mereka rumuskan sebagai hipotesis awal.
1.5.3.
Tahap Pemecahan Masalah
(a)
Peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya dengan merencanakan
percobaan, serta alat dan bahan yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang
dirumuskan dalam lembar kerja kelompok dan membuktikan hipotesis awal mereka terhadap
permasalahan terse- but.
(b)
Peserta didik memfasilitasi dengan alat peraga yang diperlukan
untuk percobaan, berdiskusi
dengan tiap kelompok secara bergiliran, serta menuntun pserta didik menuju konsep-konsep yang benar.
(c)
Pendidik memilih dua atau tiga kelompok secara acak untuk melakukan presentasi hasil percobaannya di depan kelas. Kelompok
yang lain mengajukan pertanyaan, saran,
sanggahan, atau pendapatnya.
1.5.4.
Tahap Pemantapan Konsep
(a)
Pendidik menggunakan seperangkat alat multimedia yang
teridiri dari laptop yang terinstal dengan media pembelajaran animasi dan LCD
atau infocus..
(b)
Pendidik menjelaskan materi pelajaran fisika dengan media animasi multimedia dan alat peraga interaktif.
(c)
Pendidik mendemonstrasikan gejala fisis yang sama, tapi menggunakan
suatu set percobaan
yang berbeda, lalu peserta didik diberi
kesempatan untuk menerapkan konsep yang dipelajari pada situasi baru.
(d)
Pendidik menanyakan kembali konsep-konsep yang penting kepada peserta didik
untuk mengarahkan mereka mengambil
kesimpulan sendiri melalui
diskusi kelas.
Tahap-tahap tersebut di atas akan diterapkan untuk mengatasi masalah
pembelajaran fisika.
Berdasarkan kompetensi dasar, indikator, dan pengalaman belajar dibuat
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
dengan kegiatan belajar mencakup fase-fase: kegiatan awal (engagement)
termasuk didalamnya observasi dan pengajuan masalah, pengenalan konsep,
pemecahan masalah, pemantapan konsep dan evaluasi. Setelah RPP selesai, akan dilakukan pemodelan oleh pendidik. Untuk memantapkan implementasi media pembelajaran
animasi multimedia maka strategi pembelajarannya adalah menyusun materi bahan ajar yang berorientasi konstruktivistik
sehingga memberi lingkungan belajar yang sesuai dengan model yang diterapkan.
Kualitas kegiatan pembelajaran akan diamati dari keaktifan peserta didik dan hasil belajar diamati dari hasil tes peserta didik setelah satu siklus pembelajaran selesai diajarkan.
Sebagai ilmu yang berhubungan dengan proses dan produk, maka
untuk memahami fisika tidak hanya
mendengarkan lewat ceramah, tetapi harus disertai dengan demonstrasi dan
eksperimen atau proses yang bersifat eksplorasi hingga siswa dapat menemukan
sendiri jawaban atas permasalahan yang ada.
Penelitian ini diterapkan
pada peserta didik SMA Negeri 85 Jakarta, kelas XI. IPA semester II tahun
pelajaran 2008/2009. Materi yang akan dibahas selama penelitian ini dibatasi pada materi pokok “Keseimbangan Benda Tegar dan Gerak Rotasi”.
1.6.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
Mengetahui bagaimana peran media
animasi multimedia dan alat peraga interaktif dalam meningkatkan hasil
belajar fisika pada peserta didik SMA Negeri 85 Jakarta.
1.7.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini ditujukan
kepada tiga pihak, yaitu peserta didik, pendidik, dan pihak sekolah dalam hal
ini SMA Negeri 85 Jakarta.
(1)
Peserta didik; Pembelajaran dengan media animasi multimedia dapat
menjadi bahan rujukan bagi peserta didik karena dapat diaplikasikan dengan berbagai
aktivitas pembelajaran, seperti teks, meneliti gambar, video dan visualisasi.
Secara tidak langsung akan meningkatkan motivasi peserta didik yang selanjutnya
dapat meningkatkan hasil belajar fisika.
(2)
Peneliti; Penelitian ini dapat membantu memudahkan proses
pembelajaran di dalam kelas dan juga dapat mengurangi beban peneliti. Oleh
karena itu, pembelajaran dengan menggunakan media animasi ini dapat menjadi
sumber rujukan dan motivasi kepada peneliti untuk membuat inovasi agar proses
pembelajaran lebih di pahami dan di ikuti oleh peserta didik.
(3)
Pihak Sekolah; Penelitian ini dapat di
jadikan masukan untuk mengoptimalkan
penggunaan media animasi dalam kegiatan pembelajaran dan memberi
sumbangan pemikiran dalam mencari alternatif metode atau strategi pembelajaran
fisika, yang pada gilirannya
akan dapat meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah pada khususnya dan mutu
pendidikan pada umumnya.
[1]
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI. 1991. Undang-Undang RI No. 2 tahun 1989.
[2]
Soebagio Atmodiwirio. 2000. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Ardadizya
Jaya. h. 29.
[3]
Ibid., h. 35.
[4]
Sindhunata (ed). 2000. Membuka Masa Depan Anak-Anak Kita. Yogyakarta:
Kanisius. h.191.
[5] Roestiyah. 1986. Masalah Pengajaran.
Jakarta: Bina Aksara. h. 36
[6]
Djohar. 2000. Praksis Pendidikan Berwawasan Ekologi. Yogyakarta:
Kanisius. h.118.
0 komentar:
Posting Komentar